Novel Islami Bikin Keki?
Saya suka
sekalee novel! Apalagi kalau lihat novel nganggur mata nggak bisa ditahan buat
nggak baca, pokoknya baca deh… Nah, novel Islami juga termasuk yang gemar saya
baca, mulai dari yang bahasanya renyah sampai yang bikin mengkerut dahi saya
lahap deh. Apalagi temen saya suka banget beli novel yang hampir mirip-mirip
judulnya. Kayak misalnya, ‘Air mata Bidadari, Senyum Bidadari, Bidadaripun
Menangis’, dan masih banyak judul bidadari lainnya…(eits…ini judul hanya
karangan saya aseli, jadi fiktif belaka. Tapi, kalau ada yang nemuin judul yang
sama, itu tanpa kesengajaan yak…hehehehe ) karena saya tipe pembaca omnivora
super alias gak pilih-pilih kalau baca. Jadi novel begitu biasanya saya lahap
juga.
Sebel…sebel…sebel….Tahu
nggak kenapa? Karena kebanyakan novel Islami yang saya baca, isinya bikin enek
bin senep. Nih, pengarang ngerti nggak sih tentang apa yang dia tulis? Atau
penerbitnya yang nggak ngerti! Sebab banyak novel yang embel-embelnya Islami,
tapi bikin hati nyeri. Dan kebanyakan (eits…bukan semua lho!) ditulis begini ‘Novel Islami Inspiratif’ ada juga yang
begini, ‘Novel Islami Penggugah Spiritual’ dan juga ada ‘Novel Islami yang
benar-benar mencerminkan nilai Islam,” dan banyak lainnya deh. Apalagi kalau
endorsemennya (komentar di cover buku)
ditulis oleh salah seorang kyai
pesantren terkemuka, tokoh politik Islam, Dai yang sering nongkrong di tipi,
penulis novel Islami lain, petinggi Universitas Islam, atau mantan santripun
jadi, asal endorsemennya menarik. Nah, dari endorsemen berbagai tokoh
inilah yang kadang-kadang bisa menipu konsumen. Soalnya, biasanya endorsemen
itu isinya yang baik–baik aja, jarang kan endorsemen itu isinya
maki-maki tuh novel. Coz, bisa diedit ma editornya kalau bahasanya agak negatif
dan miring buat karya itu, terus nggak sedikit yang endorsemennya terlalu
berbunga-bunga padahal isinya juga, hufh…sesak napas saya, silahkan kira-kira
sendirilah!.
Pernah
saya baca novel, cerita singkatnya kira-kira begini. Ada gadis cantik, sholihah,
pinter, baik, bla..bla..bla..(dan segala
karakter malaikatnya deh) tapi dia miskin, terus akhirnya dia terpaksa
membanting tulang ke kota dan nebeng di
rumah keluarga tantenya yang seorang misionaris. Nah, jendela kamar dia
berhadapan sama jendela rumah sebelah, yang ternyata kamar seorang cowok yang
diceritakan gaul tapi alim (coz parameternya rajin adzan di mushola komplek
yang sepi dan si cewek juga rajin ke mushola gitu deh…). Nah, gaswatnya karena
si cewek ini sering ngaji malem-malem dipinggir jendela yang kebuka, si cowok
jadi betah ngeliatin secara diem-diem, truz… akhirnya mereka diceritakan sering
berdiskusi dan mendalami masalah agama berdua. Gubrak banget, kan!
Yaelah…bung
pengarang, itu namanya berkholwat, saya aja ngerti kalau berduaan malem-malem
meski nggak duduk berdampingan itu termasuk berkhalwat. Jangankan malam,
pagi-pagipun kalau cuma ngobrol berdua di suatu tempat dan nggak ada oranglain lagi
namanya juga khalwat. Apalagi disitu juga diceritakan, istilah pengarang ‘minta solusi’, tapi
istilah saya ‘curhat’, jadi gini si cewek itu sering disiksa ma tantenya yang
misionaris, lalu dia suka curhat ke cowok itu setiap malem dan si cowok yang
terenyuh jadi setia menyupport dia. Sekali lagi GUBRAK banget!!! Disana aja
udah kelihatan nggak Islaminya… dari tingkah mereka yang setiap hari berbagi
cerita, dalih si pengarang mungkin karena masih dianggap Islami selama bukan
pacaran, lhah..lhah…lhah…nggak ngerti apa kalau aktivitasnya sama aja kalau
gitu… dan banyak lagi deh cerita yang saya temuin bikin geleng-geleng kepala
terus. Kalau gini cerita, bisa bikin sesat yang baca kalau si pembaca nggak
tahu mana yang bener, nanti bisa-bisa karena dianggap si pengarang melek Islam
dan dianggap apa yang ditulisnya itu juga suatu kebenaran. Hiy…serem banget
kalau banyak yang sesat gara-gara baca begituan.
Bukan
cuma satu dua buku deh yang embel-embelnya Islami tapi dalemnya
hoeks…nggak Islami! Banyak banget plend! Dan itu tersebar di berbagai
pelosok negri. Ya Allah, saya sempat ingin menyalahkan pengarang dan penerbit
serta pemberi endorsemennya. Kalau pengarang nggak ngerti Islam yang bener
gimana, ditambah editornya cukup asal ngedit, terus pimpinan redaksi malah buta
Islam, diperparah pemberi endorsemennya cuma muji–muji aja, dan penerbitannya hanya
ngejar pangsa pasar yang lagi ngetren. Semua itu bikin isi dan mutu dijamin
oleh orang yang nggak ngerti. Parahkan?!
Disaat-saat
beginilah saya menjadi sedih dan berandai-andai. Seandainya pengarangnya
mengerti, penerbit juga mengerti, pemberi endorsemen juga mengerti bagaimana
Islam itu memenuhi segala aspek termasuk pergaulan karena Islam bukan sekedar
ritual doang. Nah, seandainya lagi negara juga peduli dengan erosi mutu novel
Islami begini, pasti novel yang terbit akan sesuai dengan yang seharusnya.
Hiks…hiks…hiks…disaat begini kerinduan akan negara Islam yang melindungi mulai
dari hal-hal besar hingga hal kecil seperti tentang mutu dan isi buku yang
sesuai dengan syariat apa nggak?!, jadi
memuncak. Rindu Khilafah banget deh… Kalau negara peduli, mungkin novel-novel
fiksi remaja yang beredar adalah novel yang inspiratif pembangkit keimanan, ketakwaan
dan semangat juang. Bukan melulu tentang roman picisan yang bikin syahwat kita
dimanja… hiks..hiks..hiks...khilafah segeralah tegak, saya rinduu sekaleee……khilafah!
Tidak ada komentar