Memulai Usaha dengan : mulai dengan daftar pertanyaan
Muslimpreneur, tak
terasa sudah lima kali, rubrik ini
menyapa kita. Dari Msapaan 'wajib',
sajian kiat sukses bisnis 'good practice', penguatan aqidah untuk
selalu optimis pada rahmat Allah hingga
contoh praktis bisnis
berbasis kompetensi dan improvisasinya
secara kreatif, inovatif, dan tetap syar'
i . Semua prakti s,
mudah dan tuntas…tas…tas. Moga semua menginspirasi, memotivasi, dan berlanjut dengan aksi.
Rumus sederhananya dalam
bahasa planet jawa adalah 5 N : Niteni, Niru,
Nambah-nambahi, Ngenek dan Nemu. Niteni,
identifikasi bisnis macam apa yang hendak kita tekuni untuk meraih 'berkat' (profit yang tumbuh dan sinambung) dan berkah (ridlo
Allah). Niru, temukan 'master'nya lalu
kita tiru. Nambah-nambahi, niru kita jangan apa adanya tapi harus kreatif, inovatif dan tetap syar'i. Ngenek, kalau perlu kita magang pada sang master hingga beberapa saat agar kita makin muantap. Dan nemu, akhirnya kita menemukan sosok bisnis yang pas: bisnis itu benar-benar kita sukai,
kita kuasai 'a to z'-nya, memberi
'berkat' dan berkah. Alhamdulillah.
Dari rumus tadi, yang
dirasa paling sulit – dari sejumlah
pertanyaan yang datang secara langsung
atau via jejaring maya seperti sms, imel, facebook (saya mengelola group fb Pengusaha Rindu Syariah yang alhamdulillah sejak 30
Maret kemarin juga sudah tayang dalam
versi webnya,
www.pengusaharindusyariah.com) adalah
di bagian N yang pertama alias Niteni.
Iiih susah amat dah! Ya, sebab sering kali kita terjebak dalam banyaknya pertimbangan yang akhirnya membuat bingung. Kalau itu terjadi, akhirnya
kita tidak bisa
melangkah ke tahapan
rumus berikutnya…waduh!!!
Don't be kuatir, saya
akan kupas tuntas bagian ini. Bagi muslimpreneur yang bisnisnya sudah jalan perlahan hingga terbang melayang, tulisan
ini bisa jadi
pitstop. Bagi calon muslimpreneur yang
mulai ancang-ancang mencebur,
tulisan ini bisa jadi bahan rujukan praktis. Insya Allah. Baiklah kalo begitu,
kita mulai saja. Sebelum memulai bisnis,
kita mesti perhatikan situasi lingkungan bisnis yang hendak kita masuki
secara cermat. Mulailah dengan daftar pertanyaan. Lakukan pengamatan dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
(1) Apakah ada peluang usaha seperti yang diinginkan?
Inspirasi peluang usaha bisa didapat dari
mana saja. Sederhananya, cermati
saja tubuh kita dari ujung kepala hingga kaki, semuanya perlu produk barang dan
atau j asa untuk
memenuhi kebutuhannya,
baik yang primer
hingga tersier. Dari kepala saja, muncul peluang usaha topi. Dari topi berkembang bentuknya jadi
topi komando, cowboy, topi jepang, terbuka de el el. Berkembang bahannya, topi plastik, kain, anyaman jerami, bambu de el el.
Berkembang juga warnanya bak
pelangi. De el el…de el el…de el el. Singkat kata, tak ada
habisnya improvisasi, kreasi dan inovasi yang memunculkan peluang usaha itu.
(2) Apakah lika-liku usaha yang akan dilakukan telah diketahui benar, baik cara
memulainya, membuat,
menjual, menyimpan, sampai cara mendapatkan modal usaha, baik secara sendiri maupun kerjasama usaha (syirkah)? (ingatlah
wahai sodara-sodara, modal tak melulu
dana alias uang, tapi bisa juga berupa gagasan, pengetahuan,
keterampilan, kepercayaan,
jaringan de el el).
(3) Adakah 'pesaing'
(pelaku usaha pada jenis usaha yang
sama) dan calon pesaing di lapangan usaha itu, dan sejauh mana para pesaing itu
telah dikenali? Kita ini yang pertama
atau sudah ada yang lain. Kalau sudah ada yang lain, seberapa besar pasar yang mereka kuasai? Dengan begitu kita bisa menentukan akan mulai dari mana dulu kita.
(4) Seberapa
besarkah pasar (pembeli
atau pengguna usaha kita) yang
hendak digarap? Di sini, kita bisa ambil
keputusan, apakah kita mau mengambil
ceruk pasar (niche) yang potensial. Mengapa? Sebagai di pasar yang sudah
dijejali produk yang hampir sama (substitusi),
pembeli secara sunatullah pasti akan
membandingkan produk satu dengan lainnya.
Karena itu, ceruk pasar mesti diambil dengan cara
membuat pembeda (diferensiasi) produk kita dengan yg sudah ada. Misalnya, mie ayam ceker, mie ayam jamur
atau mie ayam khas cianjur untuk membuat
beda dengan mie ayam biasa yang dengannya akan mengambil ceruk
pasar penggemar mie ayam
(sok atuh liat
lagi tulisan-tulisan sebelumnya).
(5) Bila usaha yang akan dikerjakan memerlukan pemasok
(supplier), sudahkah diketahui benar siapa yang bakal menjadi pemasok, dan apakah ada pemasok potensial lainnya? Untuk ini kita bisa tanya ke mbah Google yang 'serba tahu' itu dengan searching di
internet.
(6) Bila usaha itu
berupa barang, sudahkah diketahui
perlengkapan dan teknik pembuatan barang yang dimaksud? Untuk ini juga kita bisa tanya ke mbah Google. Kalau perlu,
kita datangi dan 'ngenek' di situ sampai dirasa cukup paham tentang teknik yang dimaksud.
(7) Bagaimana cara mendapatkan tenaga kerja yang diperlukan? Kudu diingat, sebelum cari tenaga
kerjanya, kita harus
buat dulu kualifikasi SDM yang diperlukan, kalau sudah barulah kita mencari siapa orangnya. Ada nasehat
bijak. Kalau kita
sudah bisa membuat sibuk tenaga kerja kita sesuai akad kerja yang kita sepakati (bahasa ustadznya, 'antarodlin minkum' atau sudah saling ridlo antara kita sebagai majikan (musta'jiir) dan dia sebagai bawahan (ajiir)), maka barulah kita boleh berpikir untuk menambah SDM. Jika belum, jangan dulu.
(8) Apakah sudah dapat
ditemukan dan ditentukan lokasi usahanya? Carilah yang strategis. Jika skala usaha masih kecil, tak salah untuk
gunakan rumah kita sebagai kantor
bisnis. Orang kata bisnis rumahan. Tak usah
malu, sungkan apalagi gengsi. Sudah bejibun kisah sukses bisnis besar yang ternyata dimulai dari bisnis rumahan. Nah! Muslimpreneur,
daftar pertanyaan di atas – yang
dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan
kebutuhan dan sifat
usaha yang diinginkan – sangat membantu untuk memulai usaha.
Inti dari daftar pertanyaan itu
adalah bahwa situasi
lingkungan usaha harus diperhatikan dengan
seksama sebelum memutuskan
jenis usaha apa
yang akan dikerjakan.
Tentu saja usaha yang akan dipilih ada
dalam ranah usaha yang halal dan thoyib.
Ingat selalu bisnis yang akan kita jalankan adalah bisnis yang penuh 'berkat' dan berkah. Tidak
ada yang perlu ditakuti untuk mengambil
keputusan-keputusan besar setelah
melalui proses pemikiran yang matang. “Ji ka
tel ah berazzam (berci ta-cita/berkeinginan), maka tawakkallah kepada Allah Swt”. Jadi, tunggu apa lagi. Alhamdulillah…Luar
Biasa…Allahu Akbar!!![]
Tidak ada komentar