SEPAK BOLA BERBAHAYA BAGI KESEHATAN?
Apa sih yang ditunggu-tunggu para maniak bola atau penggila bola di bulan Juni ini? Pasti jawabannya World Cup. Acara yang sudah menjadi “kewajiban ritual” empat tahunan para insan sepak bola di seluruh penjuru dunia. Suasana World Cup sebetulnya
sudah mulai terasa gaungnya dua tahun
terakhir ini, apalagi di salah satu
TV yang menjadi stasiun resmi sudah dihitung mundur hari-hari menjelang perhelatan besar ini.
Bagi para maniak bola, sudah pasti mereka mulai cari-cari bocoran jadwal pertandingan jauh-jauh hari
sebelumnya, membuat hitung-hitungan, membaca strategi tim favoritnya, bahkan mulai menebak-nebak siapa yang bakalan jadi juara. Pokonya seru, mirip-mirip
pengamat amatiran atau beneran.
Sepak bola dalam kondisi dunia seperti sekarang ini, sudah lebih dari sekedar olah raga, tapi cenderung meluas, menggurita untuk masuk menjadi semacam gaya hidup (kagak gaul kalo kagak ngerti bola), menjadi semacam cerita kepahlawanan yang dramatis, cerita sedih dan gembira, frustasi,
cerita bunuh diri, bahkan ada
nyerempet-nyerempet ideologi lho.
Makanye selain kite tahu
sisi terang dari sepak bola, kita juga
kudu waspada terhadap sisi gelap bola sepak, misalnya: Pertama: Sepak bola
berbahaya bagi kesehatan badan kita. Apa
iya? Kalau kita berlatih dan bermain
bola secara teratur, so pasti menyehatkan.
Lha, kalau hanya nonton, begadang
tiap malam, mata melototin TV 5-10 jam
sehari. Bagaimana sehat, yang ada mata berkunang-kunang, bangun kesiangan, sekolah tidak bergairah, kurang gizi, malas mandi, badan kurus kering tambah kerontang lagi. Belum nendang bola, sudah pingsan duluan. Kedua: Berbahaya bagi kesehatan keuangan. Tidak sedikit lho, orang yang kebetulan berdompet tebal juga yang dompetnya tipis, tergoda untuk membeli merchandise bola, atau pernak-pernik (logo, slayer, kaos, poster, dll). Atau ikut-ikut kuis SMS-an, selain menghabiskan
pulsa, hati-hati juga, jangan-jangan kuisnya judi terselubung.
Apa lagi ada taruhan-taruhan segala sama temen, mulai dari taruhan semangkok bakso sampe rokok, itu kan haram.
Yang terakhir: Sepak
bola berbahaya bagi kesehatan jiwa. Yang kita tonton lebih dari sekedar bola. Tapi juga gaya hidup para pemain, para supporter, dll. Kita pernah denger cerita sex bebasnya para pesepak bola dunia. Bahkan menurut data Kompas pada piala illegal lebih banyak? Ditambah gaya hidup
ngedrug, make, nyabu. Masa sih mereka jadi idola kita, apa lagi sampai tergila-gila? Jangan-jangan udah World
Cup, kita emang sudah gila
beneran? Piala dunia 2006 yang lalu ,
400.000 para pekerja seks Jerman
yang legal alias terdaftar sudah siap menyemarakan World Cup
2006.
Ngeri kan itu yang terdaftar,
biasanya yang illegal lebih banyak?
Ditambah gaya hidup ngedrug, make, nyabu. Masa sih mereka jadi idola kita, apa lagi sampai tergila-gila? Jangan-jangan udah World
Cup, kita emang sudah gila
beneran? Kemudian sepak bola diyakini mengandung kandungan fanatisme buta. Mari kita ingat perang terbuka antara negara El Savador dan Honduras tahun 1969, yang mengakibatkan 2.000 orang mati cuma gara-gara sepak bola pada babak kualifikasi World Cup 1970. Inilah fanatisme bola. Belum ta'ashubnya para supporter, para hooligan, bobotoh Viking PERSIB, Jak Mania,
boneknya
PERSEBAYA yang biasa
merusak fasilitas umum, de el-el. Berapa milyaran uang negara melalui APBN/APBD
yang disumbangkan melaui PSSI dan
klub-klub sepak bola daerah, jangan-jangan anggarannya lebih besar buat sepak bola dari pada buat ngurusin kesehatan masyarakat, pendidikan, atau pengentasan kemiskinan. Belum
peusahaan-perusahaan BUMN atau swasta
yang jor-joran ikut nyumbang pendanaan sepak bola. Selain itu, di mata para kapitalis sepak bola merupakan bagian dari alat produksi untuk mendatangkan uang sebanyak-banyaknya,
dan meninabobokan kita dengan
hingar-bingar informasi sepak bola.
Sementara kita dalam suasana
tegang, histeris, menyaksikan aksi spektakuler bola, mereka (para kapitalis) meraup untung dari pusat-pusat judi internasional, dari iklan, hak siar, dll. Beres World Cup kita
cuma kebagian capenya doang. Setelah
selesai bisa jadi yang jadi juara di World Cup
itu Brazil, Jerman, atau Argentina, atau
siapalah. Tapi juara dunia yang nyata, sepertinya
masih tetap kapitalisme, yang meraup keuntungan dari segala penjuru dunia dan segala cara yang bikin masyarakat dunia dibuatnya. Makanya kita mesti jeli, agar kapitalisme gak bikin kita jadi gila beneran.he..he...[
Tidak ada komentar