MAYRINA EKA PRASETYO BUDI, S.Psi : SIKAP TEGAS DIPER
Nggak wajar kalo premanisme terjadi di sekolah. Tapi sialnya, justru kondisi ini yang sering
kedapetan di sekolah kita. Mulai dari
MOS yang makan korban, tawuran antar siswa,
hukuman dari guru pada murid yang kelewatan, sampe konflik antara junior dan senior yang
teru berulang. Kok bisa ya? Kang Hafidz
dari D'Rise berkesempatan ngobrol dengan
mbak Mayrena untuk ngupas masalah ini.
Just cekidot!
Kekerasan di sekolah masih sering mengisi headline media massa. Menuru Mbak?
Sangat disayangkan sekali terjadinya kekerasan di sekolah, karena sekolah seharusnya menjadi tempat
pencetak generasi intelektual yang
berkepribadian Islami, dimana pola pikir
dan perilakunya Islami. Adanya fakta tersebut
membuktikan ada yang salah dengan proses pendidikan yang selama ini dijalankan, bahkan
dapat dikatakan sekolah belum berhasil
atau gagal menjalankan perannya mencetak
generasi berakhlak terpuji.
Kalo diliat, kekerasan di sekolah sering melibatkan guru dengan murid atau murid dengan murid. Kenapa
ya?
Sebenarnya ada banyak faktor, namun jika ditarik benang merah hanya satu penyebabnya yaitu baik guru
atau murid belum memiliki pemahaman yang
benar bagaimana berperilaku yang baik
sebagai cerminan seorang muslim. Ini
menjadikan guru tidak segan menampar
murid di depan kelas hanya untuk menunjukkan
kekuasaannya dalam mengendalikan siswa. Begitu
pula yang terjadi di antara sesama murid, pemahaman nilai Islam yang kurang menjadikan masalah kecil mampu memicu terjadinya
kekerasan untuk mempertahankan ego/harga
diri, semisal rebutan pacar, gengsi
antar kelompok, dsb
Apa guru mesti pake kekerasan untuk ngasih pelajaran pada anak didiknya?
Tidak, meskipun guru putus asa karena sulitnya mengatur murid-murid tetap tidak dibenarkan menggunakan kekerasan. Sikap tegas diperlukan
dalam pendidikan, namun bukan dengan
kekerasan, karena tindakan keras akan
memunculkan ketakutan dan kebencian
siswa pada guru, bahkan lebih parah lagi benci pada pelajaran. Jika sudah membenci guru dan
pelajaran bisa dipastikan prestasinya
jelek. Belajar dalam tekanan akan
membuat kemampuan siswa tidak akan tampil optimal, sebaliknya suasana belajar yang
menyenangkan akan membangkitkan semangat
untuk belajar dan akan menjadikan
potensi siswa tampil maksimal.
Gimana dengan kekerasan antar murid yang menjurus pada gengsi senior dan junior?
Persepsi/pandangan yang salah mengenai angkatan menjadikan terjadinya jenjang di kalangan
siswa. Angkatan yang lebih tua merasa
lebih hebat/superior daripada adik kelas
yang baru. Senior merasa lebih memiliki
sekolah, dan merasa sebagai pihak yang
harus diutamakan. Banyaknya terjadi kekerasan di sekolah-sekolah dan di kampus , seperti kampus IPDN, dan sekolah pelayaran disebabkan belum terbentuknya budaya “menghormati yang lebih tua, dan menyayangi yang muda”.
Apa sih yang bikin kakak kelas dan adik kelas gontok-gontokan, bukannya saling bantu?
Apa karena dendam MOS?
Bisa jadi karena adanya budaya senioritas yang
merasa lebih dalam
segala hal, hingga
melarang adik kelas
lewat di wilayah teritorial angkatan atas. Apalagi, adanya gengsi antar geng kakak kelas dan geng
adik tingkat yang
memicu untuk saling mengalahkan. Bisa
jadi, karena MOS banyak menimbulkan pengalaman trauma yang tidak menyenangkan, akibat kakak kelas yang memberikan perintah aneh-aneh, seperti berjalan dengan gaya kodok/buaya, menyanyi dengan merubah vokal, menghormat bendera sampai kesemutan atau memberi hukuman yang mempermalukan adik tingkat di hadapan teman-temannya. Jika adik tingkat tidak terima, maka akan menjadi dendam dan memicu permusuhan.
Menurut mbak, MOS itu penting gak sih?
Kok konotasinya
negatif mulu ya di mata murid. Soalnya
dah sering makan korban. MOS “Masa Orientasi Siswa” sebenarnya adalah masa pengenalan siswa terhadap lingkungan
sekolah yang bertujuan membekali
siswa memasuki lingkungan belajar yang baru. Siswa akan dikenalkan mengenai
kondisi sekolah, metode belajar,
dan dikenalkan dengan
personal sekolah, seperti guru,
siswa dan pegawai, dll. MOS penting jika dikembalikan pada tujuannya. Akan tetapi, menjadi tidak penting jika dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan yang banyak membawa pengaruh negatif. Untuk itulah perlu mengembalikan MOS pada tujuan semula dengan pengontrolan yang ketat dari pihak sekolah terhadap pelaksanaannya atau jika dikhawatirkan akan tetap ada pelanggaran maka MOS atau pembekalan langsung dilakukan oleh pihak sekolah yaitu para guru dan sama sekali tidak melibatkan kakak tingkat.
Selain lingkungan sekolah, apa ada faktor lain yang memicu kekerasan di sekolah?
Ya, ada. Faktor
keluarga, seperti orang tua yang
keras dalam mendidik
anak dengan hukuman
fisik atau keluarga broken
home, yang menjadikan
anak mencari perhatian
di sekolah. Anak-anak belajar
berperilaku sosial berdasarkan kebiasaan
yang dipelajari dari
lingkungan keluarganya yang
akan mempengaruhinya dalam berinteraksi di lingkungan baru. Pergaulan di luar sekolah. Anak-anak mudah terbawa
oleh teman pergaulan.
Jika teman pergaulannya
baik akan menjadi
baik, dan sebaliknya
jika temannya suka
berantem maka ia akan seperti itu
juga. Konsumsi hiburan, seperti komik
atau majalah yang dibaca dan film yang
ditonton yang berisi kekerasan akan
menjadikan anak terpengaruh untuk
berperilaku agresif yang bisa menjadi
kebiasaan yang akan dibawa di sekolah.
Apa yang bisa dilakukan sekolah, orang tua, atau para siswa itu sendiri untuk mengerem
bullying di sekolah?
Sekolah harus memberikan perhatian besar dalam pembentukan kepribadian siswa. Pelajaran agama yang sudah ada harus dioptimalkan dalam memberikan pemahaman Islam dengan metode pengajaran yang membekas, sehingga siswa bukan hanya tahu perilaku yang baik, namun juga melakukannya dalam keseharian.
Selain itu, para guru harus senantiasa
memasukan nilai-nilai agama dalam setiap
mata pelajaran, sehingga siswa merasa
menyatu antara agama dan ilmu
pengetahuan. Selain itu perlu diterapkan
aturan yang memberikan sanksi tegas bagi
pelaku bulying. Orang tua harus
menciptakan kedekatan antar
anggota keluarga dalam
suasana penuh kasih sayang, dan
menjauhi hukuman yang bersifat fisik.,
serta membiasakan anak untuk menghormati
orang yang lebih
tua, dan menyayangi yang muda.
Selain itu, orang tua juga berusaha
menjadi sahabat anak dan memantau
lingkungan pergaulan anak.
Adapun bagi siswa sendiri harus menyadari perannya sebagai pelajar yang memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama, serta mengukir prestasi. Selain itu, juga harus berhati-hati memilih teman pergaulan, dan memahami akibat negatif bulying.
[]
Tidak ada komentar