BENARKAH NABI SAW TIDAK MENDIRIKAN NEGARA?
[KH. Hafidz Abdurrahman]
Soal: Benarkah Nabi saw. hanya
berdakwah, mengemban risalah dan tidak mendirikan negara? Jika tidak benar, apa
buktinya?
Jawab:
Nabi saw. tidak hanya berdakwah dan
mengemban risalah, tetapi juga mendirikan negara. Bahkan beliau dinobatkan
menjadi kepala Negara Islam pertama. Apa buktinya?
Pertama: Nas-nas al-Quran yang
memerin-tahkan Nabi saw. untuk memerintah berdasarkan hukum yang diturunkan
oleh Allah SWT (Lihat: QS al-Maidah [5]: 48; QS al-Maidah [5]: 49).
Allah SWT memerintah Nabi saw. dengan
tegas: Fahkum (putuskanlah/ perintahlah) dan Wa anihkum (Hendaknya kamu
memutuskan/memerintah). Ini adalah titah kepada Rasul saw. agar memerintah,
atau menjalankan pemerinta-han, berdasarkan apa yang Allah SWT turunkan kepada
beliau.
Perintah ini sekaligus membuktikan
bahwa tugas Nabi Muhammad saw. bukan hanya tugas berdakwah dan mengemban
risalah, tetapi juga tugas memerintah, atau menjalankan pemerintahan. Dengan
kata lain, Nabi saw. dengan titah ini bukan hanya ditugaskan menjadi nabi dan
rasul, tetapi juga dititahkan oleh Allah SWT untuk menjadi penguasa (hakim).
Kedua, Nabi saw. juga dititahkan
untuk menegakkan sanksi hukum, seperti memotong tangan pencuri, mencambuk
pezina, menjatuhkan qishâsh kepada pembunuh, dan nas-nas yang lain (Lihat,
antara lain: QS al-Maidah [5]: 38; QS an-Nur [24]: 2).
Perintah menjatuhkan sanksi, baik
potong tangan bagi pencuri dan cambuk pagi pezina laki-laki maupun perempuan
adalah perintah menegakkan hukum. Ini membuktikan, bahwa Muhammad saw. bukan
hanya nabi dan rasul, tetapi juga penguasa. Ini sekaligus membuktikan, bahwa
Nabi Muhammad saw. mendirikan negara. Pasalnya, tidak mungkin perintah-perintah
di atas bisa dilaksanakan tanpa ada kekuasaan dan negara yang menerapkannya.
Ketiga, adanya perintah kepada Nabi
saw. untuk berperang, membagi ghanîmah, fai’ dan sebagainya (Lihat: QS
at-Taubah [9]: 41; QS al-Anfal [8]: 60). Semua perintah ini tidak mungkin
dilaksanakan oleh Nabi saw. seorang diri; tetapi membutuhkan pasukan, panglima
perang, dan keputusan politik. Ini membuktikan, bahwa perintah-perintah di atas
sekaligus perintah untuk mewujudkan institusi yang bisa merealisasikan
perintah. Institusi itu tak lain adalah negara.
Selain perintah dari al-Quran,
ucapan, tindakan dan diamnya Nabi saw. juga membuktikan bahwa beliau telah
mendirikan negara. Pertama: Hadis Bai’at ‘Aqabah II:
Kaab berkata: Kami pun berkata kepada
Abbas (paman Nabi saw.), “Kami telah mendengar apa yang Anda sampaikan. Karena
itu berbicaralah, wahai Rasulullah. Ambilah untuk diri Tuan dan Rabb Tuan apa
yang Tuan inginkan.” Kaab berkata: Rasulullah saw. pun bersabda, lalu
membacakan al-Quran, menyeru mereka kepada Allah dan memberi mereka motivasi
tentang Islam. Beliau lalu bersabda, “Aku membaiat kalian agar kalian
melindungi aku sebagaimana kalian melindungi istri dan anak-anak kalian.” Kaab
berkata: Barra’ bin Ma’rur lalu mengambil tangan beliau dan berkata, “Iya. Demi
Zat Yang telah mengutus engkau sebagai nabi dengan membawa kebenaran, kami
pasti akan melindungi engkau dari sebagaimana kami melindungi istri dan
keluarga kami. Karena itu baiatlah kami, ya Rasulullah. Demi Allah, kami adalah
anak-anak yang terbiasa berperang. Kami mewarisi tradisi itu dari generasi ke
generasi.” Kaab berkata: Lalu ketika kaum tadi dan al-Barra’ berbicara dengan
Rasulullah, tiba-tiba ada yang menyela, yaitu Abu al-Hatsam bin at-Taihan,
“Wahai Rasulullah, antara kami dan orang-orang itu ada ikatan, dan kami telah
memutuskannya: maksudnya dengan Yahudi. Apakah ketika kami telah melakukan itu,
lalu Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, lalu Tuan akan kembali kepada
kaum Tuan, dan meninggalkan kami?” Kaab berkata: Rasulullah pun tersenyum, lalu
bersabda, “Sebaliknya, darahku adalah darah kalian, dan kehormatanku adalah
kehormatan kalian. Aku bagian dari kalian dan kalian adalah bagian dari aku.
Aku akan memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan siapa
saja yang kalian ajak damai.” Beliau pun bersabda, “Kirimkanlah kepadaku dari
kalian dua belas wakil agar menjadi wakil kaumnya.” Mereka pun mengirimkan dua
belas wakil dari kalangan mereka. Sembilan dari Khazraj dan tiga dari Aus (HR
Ahmad).
Hadis Baiat ini dengan jelas dan
tegas menyatakan, bahwa kaum Anshar sebagai ahl al-nushrah wa al-man’ah (kaum
yang memberikan pertolongan dan perlindungan) telah memberikan nushrah dan
man’ah-nya kepada Nabi saw., yang sekaligus menandai transisi kekuasaan dari
mereka kepada beliau. Baiat ini bukan hanya baiat untuk menolong dan
melindungi, tetapi juga untuk berperang melawan musuh-musuh mereka. Baiat ini
paralel dengan nas-nas di atas.
Kedua: Hadis-hadis tentang
pembentukan pasukan perang, peperangan Nabi saw., perjanjian, perdamaian,
pengangkatan wali, qâdhi (hakim) di wilayah-wilayah di luar Hijaz, penaklukan
Jazirah Arab pada zamannya; termasuk bisyarah takluknya Yaman, Persia, Romawi
hingga Konstantinopel. Ada juga hadis-hadis serupa yang tidak terhitung
jumlahnya. Semua itu membuktikan bahwa Nabi saw. membangun kekuasaan (negara).
Ketiga: Hadis-hadis tentang adanya
Khilafah dan para khalifah sepeninggal Nabi saw. yang melanjutkan kepemimpinan
beliau dalam urusan dunia dan agama. Ini juga membuktikan bahwa Nabi saw.
mendirikan negara. Beliau, antara lain, bersabda:
كَانَتْ بَنُوْ اِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ
الأَنْبِيَاءُ، كُلَّماَ هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ مِنْ
بَعْدِيْ، وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءَ فَيَكْثُرُوْنَ [رواه مسلم]
Dulu Bani Israil dipimpin oleh para
nabi. Ketika seorang nabi wafat, dia akan digantikan oleh nabi yang lain.
Sungguh tidak ada nabi setelah aku. Yang akan ada adalah para khalifah sehingga
jumlah mereka banyak (HR Muslim).
Keempat: Hadis-hadis tentang
kewajiban adanya baiat di atas pundak kaum Muslim dan larangan melepaskan
baiat. Baiat itu tentu diberikan kepada Khalifah (kepala negara), bukan kepada
Muhammad saw. sebagai nabi. Alasannya, nabi tidak membutuhkan baiat.
Nabi saw. pun dibaiat, sebagaimana
yang dinyatakan oleh ‘Ubadah bin Shamit, “Kami membaiat Rasulullah saw. agar
mendengar dan menaati beliau, baik dalam kelapangan maupun keterpaksaan kami,
dalam kesulitan maupun kelapangan kami, dan agar kami tidak merebut urusan
(kekuasaan) ini dari yang berhak (HR Muslim).
Selain nas-nas al-Quran dan as-Sunnah
di atas, juga ada Ijmak Sahabat. Para Sahabat sepakat untuk mengangkat
pengganti Nabi saw., yang akan mengurus urusan agama dan dunia, termasuk di
dalamnya adalah urusan negara. Jika Nabi saw. tidak mendirikan negara dan tidak
mempunyai kekuasaan, lalu apa artinya kesepakatan mereka ketika mengangkat Abu
Bakar, lalu diikuti dengan pengangkatan ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali sepeninggal
Rasulullah, kalau bukan kesepakatan untuk menjaga kekuasaan dan negara?
WalLâhu a’lam *
Tidak ada komentar