Hujan Sabar ?? by D.A
Kami segera bergegas masuk setelah memarkir motor. Kuraih tas didekat Ksofa dan kuambil sebuah bungkusan didalamnya. “Anti nggak ada acara ukh?”, Rahma menanyaiku yang sedang sibuk melepas kaos kaki karena basah. “Kenapa ukh?”, aku balik bertanya padanya “Ikut
aku pulang ke kampung ya, laptopku
nggak bisa dihidupin dan masku nggak
bisa kesini, jadinya aku harus pulang”,
aku berfikir sejenak, adzan maghrib
menghentikan pembicaraan kami.
“Mau pulang jam
berapa?”, tanyaku sambil tetap berfikir “Ayolah
ukh, nggak iffah banget kita pulang
malem-malem, lagian bisa digorok kita
ditengah jalan”, kata Rahma mengingatkanku
tentang keiffahan muslimah agar nggak
kelayapan malam-malam. “ya nginep lah”, sambungnya lagi “hehe...iya juga”, aku
meringis paham, “Sekarang aku nggak ada
acara, tapi besok pagi ada rapat
disekolah, lo pagi-pagi bisa balik its
ok”, perjalanan dari Jember kota ke
rumah Rahma kurang lebih butuh waktu
satu jam-an. Karena dia cewek dan hanya
tinggal dengan neneknya, aku menyanggupi
untuk mengantar dengan syarat bisa balik
ke Jember jam 7 pagi.
Walaupun hari libur, sekolah tempatku kerja mengharuskan semua gurunya masuk. Karena sedang sibuk merekap nilai rapot. “Ya
itu masalahnya, aku nggak mungkin boleh
pulang kalo belum sarapan, dan
sarapannya nggak mungkin jam 5, tapi oklah
ku loby ibuku dulu, soalnya besok pagi
aku juga ngelesi”, Rahma memegang HP
bututnya dan mulai mengetik sms “Aku wudhu dulu ya ukh”, aku ijin kebelakang sambil membawa bungkusan kresek hitam. Jilbab dan kaos kakiku basah, karenanya aku harus ganti. hari itu aku memakai jilbab coklat dan kerudung kaos coklat, kresek yang kubawa tadi berisi sepasang kaos kaki serep dan jilbab serep warna hijau.
Dan hujan sore itu menjadi
saksi, tren fashion musim hujan yang
tidak sengaja kutemukan yaitu filosofi pohon
terbalik, dengan jilbab hijau dan kerudung
coklat. Hehe geli sebenernya tapi mau
gimana lagi. Stok bajuku habis karena sering
kehujanan. Dalam Islam, seorang muslimah
wajib menutup aurot, walaupun nggak
matcing kucoba untuk tetap PeDe. Urusan
fashionable atau matcing itu belakangan,
yang penting syar'i. Setelah selesai
sholat aku pamit pulang dulu. “Ukh, ku pulang dulu ya, anti nanti jemput aku dikosan ya”,aku bergegas salim ke mbah “Berarti motornya nggak jadi dititipin?”, Rahma kembali menegaskan, aku menganggukkan kepalaku “ok! Nanti kujemput”, jawabnya Setelah bersalaman dengan
Rahma kuucapkan salam perpisahan ”Pulang
ya mbah, Assalamu'alaikum”, seruku
sambil keluar menuju pintu.
Aku baru ingat kalo nggak
punya uang sepeserpun dikantong dan
tangki bensinku sudah waktunya diisi. Akhirnya
aku memutuskan kekosan mbak Salma untuk
menagih uang pulsa. Maklum, anak kos
yang berjualan pulsa, pelanggannya pun
anak kosan yang pastinya ada konsensus
bisa kredit. Hehe dalam Islam semua bisa
diatur ya, apalagi kalo akadnya jelas. Satu
kilo meter lagi aku sampai dikosan mbak
Salma. Tapi... baru sampai ditengah
jalan hujan deras turun dan aku baru
ingat kalo mantelku ada di motornya Rahma,
kulihat semua orang menepi dan memakai
mantel, tapi aku terus melanjutkan laju
motorku. Aku berharap dijalan berikutnya
hujan akan reda.
Alhamdulillah tepat di jalan Halmahera hujan mereda, namun glegek gek gek...motor kukehabisan tenaga dan berhenti menyala. Oohh! Aku ingin mengeluh, tapi aku ingat setiap ucapan kita adalah doa. Aku nggak mau keluhanku menjadi kenyataan yang lebih parah. Aku bersegera turun dan menuntun motorku. 100 meter lagi aku sampai dikosan mbak Salma. Tidak perlu menghabiskan waktu untuk mengeluh karena tidak lama lagi aku akan
sampai dikosan mbak Salma. Alhamdulillah
sekali lagi, dari mbak Salma aku
mendapatkan uang 23 ribu.
Jumlah yang cukup untuk membasahi tangki bensinku. Aku memutuskan untuk segera pulang tapi hujan deras mencegahku. Aku ngobrol sejenak dengan mbak Salma yang sedang bingung mencari pekerjaan baru. Dengan sedikit malas kudengar keluh kesahnya. Maklum, mbak Salma adalah tipe orang yang suka sekali bercerita. Jika dia sudah bercerita seperti motor kehilangan remnya. Tapi aku bersyukur karena punya kemampuan membuatnya diam sejenak agar bisa pamit undur diri. Memang ya, setiap orang punya masalah masing-masing. Tapi dalam islam semua masalah pasti ada solusinya. Jadi jangan
buang waktu untuk meratapinya, tapi
gunakan waktumu untuk mencari solusi
Islamnya. Aku segera pamit ketika mendengar
hujan mulai reda. Saatnya berjuang
mencari bensin. Keluar dari pagar kosan
mbak Salma, aku dihadapkan pada 2
pilihan.
Kekiri berarti
jalanan berkelok, datar dan agak jauh
harus kutempuh untuk mendapatkan bensin.
Sebelah kanan adalah jalan menanjak yang
agak dekat dari pilihan pertama.
Akhirnya aku memilih berbelok kekanan.
Jalanan menanjak telah menantiku.
Menuntun motor disaat kering dan jalanan
datar sebelumnya pernah kualami, tapi
berjalan disaat basah kuyup dan jalanan
menanjak masih akan kujalani. Ok!
Penderitaan
ini tidak akan lama karena didepan kutau
ada kios bensin. Enak ya kalau hidup
punya tujuan yang jelas, selelah apapun
ada mimpi yang pasti terwujud setelahnya.
Walau aku harus ngos-ngosan kuterus
berjalan hingga sampai didepan kios yang
biasa Kulewati. Setelah sampai didepan kios
yang kumaksud aku sedikit goyah karena
lelah.namun ada perasaan lega yang
membuatku sedikit terobati.
Kuhirup nafas lega sambil berteriak pada pak penjual bensin. “Bensin pak”, suaraku terdengar lebih lantang karena bersemangat dan bahagia. Tapi sorry, pak bensin yang berada didalam kios segera berseru, “Habis mbak”, belum
terucap kalimat keluhan dari mulutku
titik titik hujan mulai berebutan turun,
ya hujan deras kembali menyapa. Aku
melirik kios bensin diseberang jalan.
Terlihat jajaran botol dengan cairan
kuning didalamnya. Aku tergiur untuk
menghampirinya. Ok saatnya menyebrang,
masalah hujan kukomentari nanti.
Air hujan semakin terasa
dingin menembus bajuku. Aku nggak punya
tameng untuk mencegah air membasahiku.
Beberapa kendaraan berebut jalan seperti
pertandingan f1, seolah berkata “awas!
Jangan lewat atau kami tabrak”. Yah!
Gambaran yang pas sebuah ketidak sabaran
dan mementingkan diri sendiri. Tapi
Allah memberiku kesempatan untuk
menyebrang setelah beberapa menit. Kesabaran
memang membuahkan hasil yang manis.
Tapi, kesabaran bukanlah duduk manis
pasrah pada keadaan. Tapi bergerak aktif
memperjuangkan kondisi yang ada. Walaupun hasil akhirnya, hanya Allah yang tau. Kulihat dari jauh kios bensin tersebut nggak ada penjualnya.
Ternyata Penjual bensinnya
sedang tertelungkup tidur didalam kios.
Mungkin hujan membawa hawa katuk yang
membuatnya nyaman tidur. “Bensin pak!”,
seruku lantang sambil mengetuk kaca kios
dengan kontak motorku, “Hu...jan mbak”,
jawabnya penuh kesopanan yang menjadi
ironi bagiku karena ditolak penjual.
Baru pertama kutemui penjual menolak
pembeli karena takut hujan. “Ngambil
sendiri ya pak?”, kuminta ijin untuk
mengambil bensin sendiri. “Ya sudah
kalau mau”, pak bensin meringis sungkan
padaku. Sambil terus mengawasiku dari
kiosnya. Kuambil botol bensin dan
corongnya. Saat itu, ada dua hal yang
ada dalam pikiranku.
Yang pertama, emang
kalau udah rizky nggak akan lari kemana.
Walaupun si bapak duduk-duduk nyantai
dan nolak pelanggan, tetep aja bensinnya
laku. Yag kedua, aku pengen segera
pulang... Ok bensin sudah terisi, satu masalahku
sudah selesai. Saatnya pulang. Baju yang
semakin basah masih belum bisa membuatku
terburu-buru dan mencebur dalam duel
kecepatan dijalanan basah. Masih ada
satu hal yang harus kupikirkan, rantai
motorku baru putus dan belum diganti.
Maklum solusi parsial yang diambil anak
kosan yang sedang tertimpa kanker (kantong
kering) kronis yaitu disambung kembali.
Karena itu aku harus tetap stabil menarik
gas.
Cukup 30 km/jam... Dalam situasi dan kondisi apapun, solusi parsial memang tidak bisa menuntaskan masalah. Seperti menerapkan hukum Islam sebagian yag disukai saja, jatuhnya pasti bermasalah. Hehe... itulah masalah yang kualami sekarang. Rantai motor memang tersambung, tapi ada peluang putus lagi. Makanya aku harus senantiasa hati-hati, slowly but certain. Itu artinya sabar lagi. Dari arah berlawanan
banyak kendaraan yang berlomba dengan kecepatan tinggi.
Mobil-mobilpun berkelakuan
sama. Hingga tak penting bagi mereka,
kalau ban kendaraannya telah menabrak
kubangan air kotor dan memuncratkannya
pada pengendara yang lain. Termasuk
aku... tragis. Ditengah keterburu-buruannya,
mereka tidak sadar telah melakukan dosa.
Lebih menyukai keburukan terjadi pada
saudara seimannya daripada dirinya
sendiri. Kaum muslimin tak lagi mengenal
itsar* mereka lebih memilih individualis
sebagai sifatnya. Sekali lagi kutegaskan, kesabaranku membuahkan hasil. Beberapa menit kemudian akhirnya aku sampai dikosan.
Aku berjalan cepat
kedalam. Diruang tamu ada teman kosanku
yang menerima 2 tamu cowoknya. Aku
bergegas masuk dan berpapasan dengan
sang tamu di pintu.ternyata kedatangaku
bertepatan dengan kepulangan mereka.
Teman kosku berseru “Kenapa mbak? Pean
marah ta?”,Dina segera menyapaku yang
nylonong masuk keruang tamu. Padahal
tamunya belum menginjakkan kaki keluar
pagar. Mungkin dia sadar dengan
perbuatannya yang pasti kubenci karena
Islam melarangnya. Tapi dalam kondisiku
saat itu aku bertakbir dalam hati. Allahu akbar, ada lagi cobaan untuk menguji kesabaranku. Sambil berjalan kebelakang aku menjawab “Mbak
kehujanan dik”, kupilih untuk meredam
perasaannya karena sebenarnya dia sudah
tau sikapku disaat normal.
Dan saat ini yang harus kulakukan adalah segera berganti baju. Kulihat Dina juga tidak enak badan setelah tadi malam harus bergadang untuk menunggui warnet, demi menggantikan temannya. Itulah sikap yang kuanggap paling tepat pada saat ini daripada melayaninya dengan debat terbuka. Setelah berganti baju, kulihat hp yang sedari tadi ku silent ada sms dari Rahma Ukh,
hujannya deras kita batalkan saja.
Mantel anti dirumah, anti kehujanan ya? Perasaan
lega kembali menggelanyutiku, aku sadar
bahwa Allah memberiku kesempatan untuk
beristirahat setelah menjalani kelelahan
disepanjang jalan. Tapi keluhan yang
kutahan sedari tadi diuji kembali, sms
ini bisa membuatku tergoda untuk
mengeluarkam uneg-unegku.
Rasanya seperti ada dorongan yang membuatku ingin memuntahkan semua rasa yang tadi kualami. ingin kukatakan bahwa aku kehujanan lalu motorku mogok dan aku kehabisan uang untuk beli bensin. Lalu aku berjalan kaki menyusuri jalanan kerumah mbak Salma. Juga ingin kuceritakan kalo betapa sengsaranya diriku karena harus berjalan menapaki tanjakan untuk menemukan sebotol bensin. Dan semakin tragisnya nsibku saat ditolak oleh pedagang bensin.
Dan penderitaanku masih harus kujalani sampai 5 menit sebelum aku membuka sms ini. Padahal sebelumnya aku nggak pernah mengalaminya. Tapi
Alhamdulillah, kecepatan tanganku dalam
mengetik masih kalah dengan kecepatan
akalku dalam berfikir. Aku kembali
membaca kalimat dalam sms yang akan
kukirimkan. Kuhapus banyak kata yang tak
penting untuk diketik. Dimana kalimat
itu menyiratkan keluhan dan hiperbola tanda ketidak sabaran.
Akhirnya kujawab
singkat Ya, ni ru pe kosan Semoga bisa menjawab semua pertanyaan Rahma dan membuatnya tenang karena aku baik-baik saja. Tanpa keluhan, saudara kita akan merasa tenang dan tidak kawatir. Tanpa keluhan Allah akan semakin melapangkan dada kita dan meluaskan nikmat yang akan kita dapatkan. Semoga bisa menjadi penenang jiwa yang meronta ingin mengeluh.
Tidak ada komentar