Senayan, Cermin Rusak Kaffah Demokrasi
Tahun 1999, teman dari ndeso ini berupaya menarik simpati para tokoh Tsebuah parpol berlabel Islam. Tubuhnya ceking, ke mana-mana naik ojek atau nebeng mobil. Tahun 2008, saya ketemu dia lagi, waktu itu sudah eksis. Ke mana-mana pakai mobil sendiri. Dan tahun lalu, jumpa dia lagi,
wuih badannya sudah XL.
Maju perut pantat mundur!
Dia tak perlu nyopir sendiri, karena sudah
bisa menggaji sopri. Ternyata, perjalanan karier si teman dari periode simpati ke eksis lantas jadi XL, hanya
lantaran berbisnis barang cetakan. Bukan
sembarang cetakan coy, tapi cetakan sekretariat DPR RI! Kita baru ngeh dengan
fenomena kere munggah bale tersebut,
setelah media massa membongkar kelakuan
DPR bermandi duit. Coba itu, nyetak
kalender 2012 yang norak nian, menelan
biaya Rp 1,3 milyar.
Padahal, harga
wajarnya paling banter Rp 15 ribu/buah. Pantesan,
kawan tadi cepet sugih. Lalu untuk pengharum ruangan anggota DPR, anggarannya Rp 1,6 milyar; Mesin absen 4 milyar; renovasi toilet 2 milyar; area
parkir 3 milyar; renovasi ruang rapat
Banggar 20,3 milyar. Tapi, watak asli DPR tampak dalam anggaran tahun 2012 sebesar Rp 2,94 triliun (Kepres no 32/2011 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012).
Duit sebanyak itu akan dihabiskan untuk: peningkatan sarana dan prasarana aparatur DPR Rp 709,63 miliar, pengadaan perlengkapan sarana dan prasarana kantor Rp 104,73 miliar, pemeliharaan dan penatausahaan sarana dan prasarana gedung Rp 259,38 miliar, manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Rp 147,51 miliar, pelaksanaan fungsi legislasi Rp 501,25 miliar,
fungsi anggaran Rp 73,75 miliar, fungsi pengawasan Rp 280,81 miliar, dan Program penguatan kelembagaan Rp 1,23 triliun. Untuk
tahun 2012, FITRA (Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran) mendapatkan data
bahwa anggaran kunjungan kerja DPR untuk
tahun 2012 sebesar Rp 265 miliar, naik
dari tahun 2011 yang Rp 251 miliar.
Walhasil, setiap anggota dewan akan menandaskan total anggaran sebesar Rp 473 juta per tahun. “Mereka sangat perlente. Mobil dinas saja Crown Royal Saloon yang jauh lebih mewah dari mobil perdana menteri negeri tetangga. Mereka lebih mencerminkan politisi yang pragmatis-hedonis,” papar Busyro Muqoddas tentang kelakuan politisi Senayan, dalam
pidato kebudayaan di Dewan Kesenian
Jakarta, 10 November 2011. Menurut
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi
itu, gaya hidup hedonis tersebut sangat
terkait dengan korupsi.
Dalam diskusi dialektika demokrasi di Jakarta, Jumat (4/7/07), mantan anggota DPR Ichsanuddin Noersy menyebut 11 modus korupsi anggota legislatif. Mulai dari bantuan
perjalanan, bantuan kegiatan, hubungan
baik, perawatan kesehatan, bantuan
apresiasi, bantuan uji kelayakan dan
kepatutan, bantuan penempatan pegawai,
pemangku kepentingan, pembuatan
rancangan undang-undang dan bantuan
apresiasi. Tak heran, Transparency
Internasional Indonesia pernah
menasbihkan parlemen dan partai politik
sebagai lembaga paling korup selama dua
tahun berturut-turut (2007-2008). Tahun
2009, penyigian Survey Kemitraan dan Cluster
for Security and Justice lagi-lagi menempatkan
DPR sebagai institusi juara korupsi.
Mula-mula, korupsi dilakukan untuk kejar setoran agar balik modal. Maklumlah, biaya demokrasi kan mahal. Menurut Associate Media Director Hotline Advertising, Zainul Muhtadin, untuk Pemilu 2009 biaya iklan kampanye tiap calon minimal Rp 100 milyar (tempointeraktif.com 24/01/08). Setelah
keenakan mbrakoti ''apel Malang'' dan
''apel Washington'', korupsi dilakukan sebagai
bagian dari lifestyle. Inilah yang disebut corruption by greed yaitu korupsi yang dilakukan
karena dorongan keserakahan untuk bisa
hidup hedonis. Pada tahap ini, politisi Senayan sudah mati rasa, sehingga tak merasa bersalah memamerkan mobil Bentley, Alphard Lux, dan lain-lain yang sebijinya berharga ratusan hingga milyaran rupiah.
Padahal, penduduk
miskin Indonesia sekitar 31 juta (versi
BPS) bahkan sampai 100 juta (versi Bank Dunia). Lilia Carasciuc, pengkritik keras sistem demokrasi, menyatakan bahwa lembaga-lembaga demokrasi semacam Parlemen berpraktek tidak lebih seperti lembaga privat. Misinya tak lain adalah profit
maximization. Misi tersebut sah secara berjamaah, karena dihasilkan melalui mekanisme "demokratis" berupa rapat,
musyawarah, atau voting. Sehingga dalam
praktiknya, ''sesungguhnya korupsi sudah
bertransformasi tidak hanya karena
faktor-faktor klasik seperti ekonomi dan
moral, namun sudah menuju ke korupsi secara
politis dan institusional,'' tulis Carasciuc
(2000).
Praktik korupsi Senayan, dalam kajian Carasciuc, adalah democratic corruption atau korupsi demokratis, yakni korupsi yang dilakukan berdasarkan tata cara,
kaidah-kaidah, dan penerapan teori demokrasi.
Bisa pula disebut demokratis karena
korupsi dirasakan oleh lebih banyak
orang atau lembaga secara bersama-sama. Korupsi demokratis berjalin-kelindan degan korupsi atas demokrasi (corruption of democracy). Atas nama nilai-nilai demokrasi, ternyata tuntutan reformasi dimanipulasi kalangan elite politik untuk kepentingan
pribadi atau golongan mereka.
Reformasi pun mewujudkan
deformasi. Pada tahap selanjutnya, democratic corruption dan corruption of democracy akan membangun sebuah sistem ketatanegaraan yang koruptif, yaitu the democracy of
corruption (demokrasi korupsi). Hal ini
terjadi jika seluruh proses pengambilan
keputusan publik telah didorong oleh
semangat mencari keuntungan dan
penghidupan bagi diri sendiri, keluarga atau group of interest-nya. Driser, ketika saat ini
demokrasi korupsi ini sudah menjadi
“ideologi”, maka sempurnalah sudah
kerusakan sistem sekular ini. Bodoh nian
kalau kita masih mau dinaungi sistem
demokrasi. Sistem yang sudah cacat sejak
lahir dan terus melahirkan pejabat korup serta kebijakan yang menyengsarakan rakyat dari tahun ke tahun. Udah waktunya kita berpaling pada sistem Islam. Satu-satunya sistem kehidupan yang sudah terbukti sukses menaungi umat manusia untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat.[]
Tidak ada komentar