MAJALAH DRISE EDISI 24 : READY TO FIGHT
Ups, sekali-kali mellow dikit khan nggak papa ya, driser?
Biar gak jadi jerawat. Puisi di atas
adalah ungkapan hati bagi yang sangat
merasa Ukehilangan dengan perginya bulan
mulia. Yup, bulan Ramadhan ibarat
seorang kekasih yang pergi meninggalkan belahan jiwanya.
Bagi yang bisa
mengisi ramadhannya dengan baik dan poll, maka akan bisa menyisakan kenangan manis. Tapi buat yang keseharaian di
bulan Ramadhan biasa-biasa aja sama
kayak bulan yang lain, maka bisa dipastikan puasa ramadhan nggak ngaruh untuk menghadapi 11 bulan berikutnya.
Nah, driser masuk kategori yang mana
nih?
Driser, kalo kita coba ulik lagi perintah Allah tentang
puasa dalam QS Al Baqarah 183: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”. Keyword alias kata kunci penting yang kudu kita ingat dari kewajiban puasa ramadhan adalah TAQWA.
Taqwa adalah kondisi ideal pada diri kita setelah menunaikan
kewajiban puasa ramadhan. Nggak semuanya
yang lulus puasa bakal dapat gelar takwa. Hanya mereka yang bener-bener menjadikan ramadhan
sebagai kawah candradimuka alias ajang
penggemblengan diri untuk menghadapi godaan sebenarnya pasca ramadhan yang layak
menyandang predikat taqwa.
Yup, puasa ramadhan ibarat kepompong. Ulat yang ada dalam kepompong harus menahan lapar dan haus. Hingga
tiba waktunya ulat itu keluar dari
kepompong menjadi seekor kupu-kupu yang Indah. Kalo ulat itu gak tahan, terus maksa keluar dari kepompong,
fatal akibatnya. Bukan menjadi kupu-kupu
yang indah, tapi kupu-kupu jejadian.
Ulat bukan, kupu-kupu juga nanggung. KaWe deh! Pertanyaannya
sekarang, apakah kita termasuk salah satu kupu-kupu dengan keindahan sayapnya ataukah makhluk
jejadian setengah ulat setengah
kupu-kupu? Coba lihat diri kita sendiri, hitung aja semenjak kita baligh sampe puasa ramadhan tahun ini, sudah
berapa tahun kita puasa? Adakah
perubahan yang signifikan terjadi pada diri kita dari tahun ke tahun? Adakah setiap pasca ramadhan yang
dilalui, kita tambah dekat dengan Allah
swt?
Yuk, koreksi diri! Menyesal Aja Nggak Cukup Ramadhan bakal
kita temui lagi tahun depan. Itu juga kalo Allah swt masih ngasih kesempatan kita untuk menambang
pahala di bulan mulia itu.
Sayangnya
kita nggak akan pernah tahu, apakah kesempatan itu bakal datang untuk kedua kalinya. Makanya dijamin
nyesel banget deh kalo kita nggak
bener-bener memanfaatkan ramadhan kemaren sebagai ajang memanen pahala dan mengokohkan keimanan.
Karena kebaikan di bulan Ramadhan sangat
berlimpah dan tak tertandingi. Rasul saw mengingatkan dalam sabdanya, “Seaindainya manusia
mengetahui kebaikan-kebaikan bulan
Ramadhan, niscaya mereka mengharapkan sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan” (HR. Ibn Abi Dunya)
Tanpa menafikan rasa gembira pasca ramadhan dan bertemu dengan hari raya, tapi baiknya perasaan kita
harus tawazun (seimbang). Pada saat rasa
suka ria menyambut idul fitri, perjalanan Ramadhan juga patut kita instropeksi. Apa pentingnya?
Puenting banget dong.
Pertama, jika kelak Allah masih memberi kesempatan kita bertemu Ramadhan lagi di tahun-tahun
berikutnya, kita bisa lebih optimalkan
ramadhan untuk mendulan pahala dan mengokohkan
iman.
Kedua, sebagai bentuk evaluasi biar kita bisa segera manfaatkan waktu untuk lebih joss
lagi mengokohkan iman pasca ramadhan.
Buat modal menghadapi godaan setan di
sebelas bulan berikutnya. Jangan sampe ada waktu kita terbuang percuma! Bukan apa-apa,
sungguh amat sangat terbatas jatah waktu yang Allah berikan kepada diri kita. Sudah
seharusnya setiap detik waktu kita
jangan dibiarkan berlalu sia-sia.
Tahu nggak sih, seandainya
5 menit aja waktu kita sia-siakan misalnya, maka setahun ada 1.825 menit setara 30,42 jam waktu
yang terbuang. Kalo usia kita misalnya
60 tahun, maka ada 1.825 jam atau 76 hari
yang terbuang percuma. Astaghfirullah! Demikian pula yang udah ngerasa
mengandalkan ibadah sholatnya ternyata
itu nggak cukup.
Coba kita hitung shalat wajib 5 waktu kita, kalo rata-rata sekali shalat
butuh 5 menit, maka sehari 25 menit.
Kalo setahun ada 9.125 setara 152 jam atau 6,3 hari saja untuk shalat. Kalo jatah usia kita
60 tahun, maka untuk ibadah hanya
memerlukan 9.125 jam, atau setara dengan 380,2 hari atau 12 bulan atau satu tahun. Padahal
untuk mengobrol saja memerlukan waktu 5
tahun. Coba bandingkan dan hitung sendiri,
dengan waktu tidur atau istirahat normalnya orang dewasa yang 8 jam sehari.
Tuh, kira-kira sebanding nggak? Bukan berarti nggak boleh
tidur atau istirahat. Pastinya kita butuh
untuk istirahat, tidur, ngobrol, nonton, dan sebagainya. Tapi sekali lagi baiknya, kita tawazun
(seimbang) dalam mengatur waktu harian
kita. So, kalo kita udah nyesel ditinggal ramadhan, maka jangan biarkan 11 bulan berikutnya ikut
menyesal. Ayo manfaatkan waktu, untuk
meningkatkan kualias hidupmu! Ready To Fight Allah berfirman: " Jika
engkau telah selesai melakukan sesuatu
maka kerjakanlah yang lain" (QS. Al Insyirah 8).
Ibarat seorang
petarung, setelah selesai satu pertandingan,
maka dia harus siap bertemu dengan pertandingan
selanjutnya. Ramadhan memang telah berlalu, tapi di depan masih ada 'pertarungan' atau
'pertandingan' lain yang harus siap kita
hadapi. Bahkan bisa dibilang, pertandingan pasca ramadhan ini lebih dahsyat. Kenapa gitu? Iya,
kalo pas ramadhan kita mau sholat banyak
temannya, mau puasa ada barengannya, mau
sanlat nggak sedikit yang ikut, mau tilawah dapat suasananya, tapi beda banget, pemandangan
kayak gitu, sulit ditemui selain
Ramadhan.
Itulah konsekuensi hidup di lingkungan sekular,
ketika agama dan ketaatan seakan hanya
diperlukan di mesjid, keshalihan seakan hanya
pas ramadhan saja. Selepas ramadhan, selesai pula ketaatan, keshalihan itu. Hemm, ironis memang. Semua
kembali ke alam sekulernya
masing-masing.
Nah, buat yang nggak mau rugi dari sisi waktu dan usia,
serta ingin berkomitmen menjaga semangat
ramadhan agar selalu menyala setiap
bulannya selepas ramadhan, maka lakukan tiga langkah berikut. Pertama, jika kita sudah ngeh
bahwa hidup ini selalu berhadap-hadapan
dengan resiko, termasuk hidup di alam sekular
seperti saat ini, maka yang kita butuhkan sekarang adalah menyiapkan tameng alias tembok untuk
melindungi diri agar tidak terkena virus
sekular.
Tameng itu apa? Tentunya aqidah Islam yang merupakan pondasi sekaligus kontrol dari
setiap aktivitas kita. Kita kudu
fighting spirit mencari tahu seperti apa aqidah Islam yang shahih, yang bisa menjadi pelindung keislaman
kita. Kedua, setelah tameng itu kita dapatkan, berikutnya kita butuh sikap istiqomah untuk memegang tameng
pelindung itu.
Sementara untuk bisa teguh memegang tameng tersebut, hanya bisa didapatkan kalo kita berada dalam 'iklim'
yang konstan. Maka berteman dengan siapa
itu sangat menentukan naik-turunnya semangat
kita memegang tameng tadi.
Pilihlah teman yang baik, jika kita ingin menjadi orang baik. Pilih
teman yang shalih, jika kita ingin
menjadi orang shalih. Pilih teman yang istimewa, jika kita ingin menjadi orang istimewa. Ketiga, kita tidak
boleh menyerah menyaksikan betapa sekularnya
lingkungan sekitar kita, tapi justru jika kita ingin istiqomah memegang tameng tadi, maka kita
harus merubah lingkungan sekitar kita
agar kita berasa 'nyaman'. Sehingga mulai dari lingkup keluarga, masyarakat dan negara
yang sekarang kita huni, harus kita ubah
(baca: dakwahi). Berani mencoba? [LBR]
Agar semangat Ramadhan tetap menyala pasca ramadhan, maka jadikan
aktivitas pilihan selama ramadhan kemarin, sebagai rutinitas (habits). Caranya?
1. Jika Ramadhan, kita sudah dilatih puasa, maka jangan tinggalkan
kebiasaan itu dengan tetap puasa sunnah. Seperti Senin-Kamis, puasa Daud, atau
puasa tengah bulan. Dan yang terdekat, puasa enam hari di bulan Syawal. Don't
Miss It!
2. Jika Ramadhan, kita rajin ke tarawih dan mampu bangun malam
untuk qiyamul lail, maka jangan sia-siakan semangat itu. Tetaplah sedikit demi
sedikit jadikan sholat sunnah seperti tahajud, taubat, hajat, dhuha sebagai
daily acitivity.
3. Jika Ramadhan, bacaan qur'an kita jadi sering, maka komitmenkan
setelah ramadhan untuk terus menjaganya dengan misalnya mentarget 1 hari 1 ayat
1 hafalan. Syukur bisa bersamaan dengan tafsirnya.
4. Jika Ramadhan, aktivitas dakwah kita kenceng, agar Ramadhan
tahun depan lebih kenceng, maka setelah ramadhan kali ini, kita harus meningkatkan
kapasitas, 1% per 1 hari. Jika ramadhan ini hanya mengisi kajian dalam skup kecil,
maka tahun depan kita harus berani berdiri di podium untuk menyampaikan ceramah.
Oke? Dicoba ya. Tetep semangat! [LBR]
Tidak ada komentar